simbol.id – Kabupaten Kepahiang merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Bengkulu, yang dinilai masih belum mumpuni dalam memanfaatkan pengelolaan hasil komoditas tanaman dengan nilai ekonomi tinggi. Tepatnya di desa Bandung Jaya, Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang, Di desa ini mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani kopi. selama ini mereka hanya sebatas mengetahui cara menanam dan menjual hasil panennya. Berdasar dari kegelisahan itu, pelatihan pengelolaan biji kopi untuk para petani dan masyarakat umum dibuat. Awalnya pelatihan dilakukan di ruangan yang disebut mereka dengan nama “warung”.
Agar terlihat mencolok, di depan warung terdapat reklame ukuran kecil bertuliskan ‘The Coffee Shop’. Kesan kopi tampak jelas dengan dominasi warna cokelat, hijau, dan putih. Tak lupa gambar cangkir dan biji kopi dalam ukuran besar semakin mempertegas keberadaannya, saat memasuki warung, terkesan sempit langsung terasa. Ruangan yang tidak terlalu luas, bekisar 10,5×12 meter persegi.
Kesan sempit semakin terasa dengan keberadaan sejumlah kursi dan satu meja ukuran panjang dan cukup besar memenuhi ruangan, ditambah lagi dengan keberadaan alat pelatihan yang ada di dalamnya. Mulai dari alat roaster kopi hingga penggiling biji kopi.
Hal ini yang menjadikan kapasitas warung ini hanya cukup untuk 11 orang saja. Sementara animo orang yang datang untuk belajar kopi semakin banyak. Otomatis warung tidak dapat menampung lagi. hal ini semakin terasa saat hujan turun. Bangunan yang dikelilingi tanah merah ini akan menjadi becek dan membuat para peserta tidak nyaman. Kegiatan belajar-mengajar bahkan terhenti karena peserta berimpitan menyesaki ruangan untuk menghindari hujan.
semua kesulitan ini berubah saat yayasan Erick Thohir datang menawarkan bantuan pembangunan teras. Syarat pengerjaan dilakukan secara guyub pun tidak memberatkan para petani. Tidak butuh lama, dalam satu minggu, warung sudah jadi dengan wajah baru.
Pembenahan pun dilakukan di sejumlah bagian ruangan. kesan sempit pun menghilang. Begitu juga di depan warung. Terpancang kanopi yang besar dan kokoh yang mampu menampung puluhan orang.
Untuk memberikan kesan baru dan segar, nama warung ini pun diubah menjadi ‘Teras Edukasi Kopi’.
Kata “edukasi” ditambahkan di depan “kopi” untuk menjadi pengingat petani dan pengunjung untuk terus belajar dalam memahami kopi seutuhnya.
Sekarang kesan nyaman sudah menyelimuti suasana teras edukasi kopi, para peserta didik, pelatihan dan pemberian edukasi tidak akan terganggu kondisi cuaca, terutama ketika hujan.
Beberapa materi yang diberikan pada peserta, yakni pengenalan jenis kopi robusta dan wine coffee (kopi fermentasi) yang dihasilkan dari Desa Bandung Jaya.
Para petani kopi juga difokuskan untuk memetik buah kopi saat sudah berwarna merah yang berarti sudah siap dipetik. Isman mengingat para petani, dulunya cenderung memanen kopi secara ‘pelangi’. Yakni memetik buah kopi yang masih berwarna hijau dan mencampurnya dengan yang berwarna merah.
Semenjak petani mendapat edukasi tentang memanen kopi, panenan kopi berwarna merah memiliki kualitas lebih bagus dan harga yang mahal serta pasar yang besar,
Teras menjadi tempat bercengkrama para petani sekaligus bertukar informasi mengenai dunia tanaman yang tumbuh di daerah tropis dengan ketinggian 700- 1600 mdpl ini.
Seperti informasi langkah-langkah dan inovasi yang diperlukan dalam memasarkan kopi di dalam maupun luar negeri.
Bersama dengan para petani dan komunitas kopi yang ada, dirinya berharap keberadaan teras edukasi ini dapat memberikan dampak luas kepada masyarakat untuk belajar tentang kopi.
Sebab, wadah edukasi ini satu-satunya di Provinsi Bengkulu. Ia menyampaikan terimakasih kepada Ketua Yayasan Erick Thohir dan relawan E Troopers yang sudah memfasilitasi pembangunan fasilitas umum tempat edukasi pengelolaan kopi ini